ASAL USUL SUKU PUNAN LONG NYAU
Asal Usul suku punan merupakan kelompok masyarakat suku bangsa punan. Mengaku berasal dari
dua kayu besar yang tumbuh di Gunung antara Hulu Sungai Kalimantan. Pohon
pertama disebut dengan nama Ufo bah. Pohon Ufo bah memiliki ketinggian yang
cukup rendah dengan daun yang kecil berukuran serupa biji beras, Pohon ini
selanjutnya mereka identifikasikan sebagai Perempuan. Lalu pohon kedua, berada
bersebelahan dengan Ufo bah; diberi nama Abun-abun. Pohon Abun menjulang begitu
tinggi hingga membuat daunnya samar-samar terlihat hanya putih karena tertutup
awan atau kabut; pohon ini diidentifikasikan sebagai Laki-laki.
Suatu waktu pohon Abun ingin membawa pohon
Ufo Bah ke atasnya. Namun Ufo Bah menolak karena tidak ingin dirinya terlihat
dari ketinggian. Pohon Abun pun memaksa hingga Ufo Bah menjatuhkan diri ke
bawah. Di tanah, kayu pohon Ufo Bah terbelah menjadi dua, mengeluarkan dua
manusia dewasa laki-laki dan perempuan lengkap dengan pakaian dan peralatan
hutan, seperti sumpit, serta telah berbahasa. Pohon yang terbelah tentu
menyisakan bagian “pangkal dasar pohon” mereka menyebutnya Pu’un, yang kemudian
menjadi asal kata/istilah ‘Punan’.
Selanjutnya si manusia Perempuan memakan
inau (yang dalam bahasa punan berarti Sagu) yang banyak tumbuh di suatu Hulu
Sungai; Sungai tersebut lalu dinakaman sungai Inau, yang kemudian menjadi asal
kata/istilah ‘Malinau’. Sedangkan si laki-laki memakan Tuvu’, (yang dalam
bahasa punan berarti Rebung Bambu) di sebuah hulu sungai yang lain. Sungai
tersebut akhirnya dinamakan sebagai Sungai Tuvu’ yang sekarang disebut Sungai
Tubu. Cikal-bakal ini juga-lah yang berikutnya diyakini menjadi ‘petanda’
persebaran dua kelompok besar suku Punan yakni Punan Tubu dan Punan Malinau.
Kedua kelompok ini hidup diantara melimpahnya sumberdaya Hutan Kalimantan;
berpindah dari satu titik lokasi ke titik lainya mengikuti jalur hutan sagu,
memanen buah-buahan yang ada di hutan dan berburu (hunter-gatherer).
Dalam konteks yang lain, Sampai saat ini
sebenarnya masih menjadi perdebatan tentang asal-usul suku Punan. Bebarapa
catatan etnografi memunculkan hipotesis bahwa suku Punan merupakan bagian dari
orang-orang Austronesia yang melakukan ekspansi ke Pulau kalimantan. Sedangkan
pendapat lain menyatakan bahwa mereka merupakan kelompok murni yang berbahasa
“non-Austronesia”, yakni penutur bahasa Austro-asia. Hal ini diperkuat oleh
pendapat bahwa beberapa kelompok nomad di kalimantan, utamanya Punan memiliki
ciri ‘leksikal subtrantum lama’ yang dinamakan “substrantum bahasa
Punan-Baram-Bidayuh”. Kelompok ini merupakan pemburu-pengumpul sebagaimana yang
dibuktikan secara khusus melalui data ekskavasi gua-gua di Niah.
Eksonim suku Punan umumnya diikuti oleh
sebuah nama kedua; yang kebanyakan merupakan toponim untuk membedakan
kelompok/sub-kelompok. Pada kasus Punan yang berada DAS Tubu mereka menamakan
kelompoknya sebagai Punan Tuvu’ / Punan Tubu sebagai etnomin yang berarti
“orang Punan dari Sungai Tubu”. Hal serupa juga terjadi pada penamaan sub-sub
kelompok yang ada di Tubu, misalnya ‘Punan Long Pada’ sebagai etnonim yang
berarti “orang Punan dari Sungai Pada (salah-satu anak sungai Tubu)”.
Sercombe & Sellato (2007) menandai
komunitas ini dengan ‘tidak memiliki tatanan politik apapun’, tiap individu
dalam kelompok memiliki kedudukan yang sama dan bebas menentukan pilihan yang
dianggap terbaik. Pengistilahan atas Punan selanjutnya terus berkembang, akibat
pengaruh kontak-hubungan dengan para komunitas dari Luar atau suku tetangga
lain ‘yang diduga’ akhirnya membuat mereka mengenal kekuasan herediter dan
bercocok-tanam. Bahkan akhir ini mereka
telah mengadopsi tatanan kekuasaan & politik Pemerintahan Desa.
Setidaknya terdapat ± 21 sub kelompok yang dahulunya hidup
disekitaran Das Tubu. Hal tersebut berubah sejak tahun 1972-1975 tepatnya
ketika Pemerintahan Orde Baru melaui DEPSOS mengadakan progam Resettlement
Penduduk. Terdapat tiga sub kelompok Punan Tuvu’ berpindah ke wilayah sungai
Malinau yakni Long Rat, Long Bilah dan Halanga. Lalu 13 sub-kelompok lainnya
digabungkan kedalam dua Desa bernama “Desa Respen Tubu dan Desa Lubok Manis”,
yang berlokasi dipinggiran pusat perkotaan Kabupaten Malinau. Adapun (lima) 5
sub-kelompok yang tetap bersikeras untuk bertahan di wilayah asal mereka
(Sungai Tubu) adalah Punan Long Pada, Long Ranau, Long Nyau, Long Titi dan Rian
Tubu; saat ini mereka menjadi bagian Desa definitif kepemerintahan Kecamatan
Sungai Tubu.